KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Kalteng Keluarkan Perda Wajib Bangun Kemitraan.

Diposting     Senin, 12 Desember 2011 11:12 pm    Oleh    ditjenbun



HARI PERKEBUNAN-Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah sudah membuat Peraturan Daerah yang mewajibkan perusahaan perkebunan membangun plasma minimal 20% dari lahan yang ditanaminya. Sekarang  yang baru teralisir mencapai 11% dan dengan perda ini maka 20% diharapkan bisa cepat tercapai. Wakil Gubernur Kalimantan Tengah, Achmad Diran menyatakan hal ini pada pembukaan workshop Hari Perkebunan.

Saat ini demonstrasi masyarakat banyak terjadi di daerah-daerah yang perkebunan besarnya lalai membangun plasma, sedang di wilayah yang perusahaan besar perkebunannya sudah membangun plasma hal ini tidak terjadi.

Dengan  perda ini maka bupati/walikota di larang mengeluarkan ijin bila perusahaan besar perkebunan tidak mencantumkan dimana saja akan dibangun plasma seluas 20% itu. Lahan plasma harus berada di areal HGUnya. Sedang bagi perusahaan perkebunan lama tetap diwajibkan membangun plasma. Bila lahan perusahaan sudah terpakai semua maka bupati/walikota akan mencarikan lahan bagi perusahaan itu untuk membangun plasma. Kalau tidak maka tidak akan dikeluarkan ijin untuk replanting dan perpanjangan.

“Saya ingin rakyat  menjadi raja di daerahnya sendiri. Saya  tidak ingin rakyat jadi sulit karena ada perkebunan di daerahnya” kata Diran.

Agus Pakpahan, Ketua Badan Eksekutif Gabungan Asosiasi Perkebunan Indonesia menyatakan pasal 11 ini terkesan model yang baik. Tetapi berdasarkan pengalaman selama ini terjadi banyak potensi penyimpangan dalam penyelenggaraanya. Karena itu lebih baik masyarakat diberi HGU seperti Felda Malaysia dengan berbagai penyesuaian. Lahan yang ada diprioritaskan bagi petani  sedang pengusaha membangun industri pengolahan secara terpisah.

Mengenai dampak putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan pasal 21 berserta penjelasanya, pasal 47 ayat 1 dan 2 UU no 18 tahun 2004 ,menurut Tuti Rianingrum dari Kementerian Hukum dan Ham maka bila ada sengketa kepemilikan lahan bisa menggunakan pasal 9 ayat 2 UU no 18 tahun 2004, diselesaikan secara perdata atau menggunakan KUHP.

Achmad Mangga Barani menyatakan pencabutan ini  harus diselesaikan, sebab jika  tidak diakomodir akan jadi masalah. Ada pasal 21 saja  perusakan kebun terus berjalan apalagi kalau dicabut akan menjadi  pintu masuk banyak hal. Penyelesaianya adalah dengan menggunakan KUHP.

Melihat hal ini mala UU no  18 tahun 2004 tentang perkebunan  mungkin sudah waktunya direvisi semuanya. Diantaranya pasal-pasal yang sangat  riskan dan saat ini tidak berjalan adalah  passl 19 ayat 2 tentang pembentukan dewan komoditas. Tujuanya seperti dewan komoditas di  Malaysia tetapi hasilnya sama sekali berbeda.

Kemudian pasal l 43 tentang pengumpulan dana untuk pengembangan sumber daya manusia, promosi dan  penelitian. Peraturan Pemerintahnya sudah ada tetapi bisa operasional karena bertentangan dengan UU keuangan. Padahal di negara tetangga hal ini masih laksanakan yaitu Malaysia dengan ces sawit dan  Thailand untuk karet.

Mengenai ketersediaan lahan untuk perkebunan, Gunawan Setiadi Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Kalimantan Tengah menyatakan tanah yang bisa digunakan untuk perkebunan di Kalteng adalah di Kawasan Pengembangan Produksi ( berdasarkan Perda Kalteng no 8 tahun 2003 tentang RTRWP) seluas 2.974.395 ha (18,3% dari luas Provinsi Kalteng); Areal Penggunaan Lain berdasarkan SK Menhut no 292 tahun 2011 seluas 1.168.656 ha atau 7,6% dari luas Kalteng;APL hasil perubahan setelah dikurangi APL yang masuk pada penundaan ijin baru, APL yang masuk pada HGU dan APL yang masuk kawasan transmigrasi dengan luas 879.556 ha (5,7% dari luasKalteng) dan Hutan Produksi Konversi,

Gunawan lebih setuju bila APL untuk rakyat supaya tidak ada masalah bila disertifikasi sedang pengusaha sebaiknya menggunakan Hutan Produksi Konversi dengan minta pelepasan pada Menhu

Bupati Kapuas, HM Mawardi menyatakan saat ini perlu segera disahkan RTRWP Kalteng. Dengan perbedaan penilaian antara pemerintah pusat dan provinsi menyebabkan beberapa perusahaan perkebunan di daerahnya masuk kawasan hutan. Pemerintah pusat diminta membeli keleluasaan pada pemerintah daerah untuk membangun dengan penyediaan areal yang memadai untuk perkebunan besar.

Bagikan Artikel Ini  

Menteri Pertanian : Peranan Perkebunan Tetap Penting.

Diposting        Oleh    ditjenbun



HARI PERKEBUNAN-Perkebunan selama ini memegang peranan yang penting sebagai sumber penerimaan devisa negara. Tahun 2010 devisa dari perkebunan mencapai USD20 miliar yang berasal dari kelapa sawit USD15,5 miliar, karet USD7,8 miliar dan kopi USD1,7 miliar. Penerimaan negara dari cukai rokok Rp63 triliun, bea keluar minyak kelapa sawit Rp20 triliun dan bea keluar kakao Rp615 miliar.

Perkebunan selama ini memegang peranan yang penting sebagai sumber penerimaan devisa negara. Tahun 2010 devisa dari perkebunan mencapai USD20 miliar yang berasal dari kelapa sawit USD15,5 miliar, karet USD7,8 miliar dan kopi USD1,7 miliar. Penerimaan negara dari cukai rokok Rp63 triliun, bea keluar minyak kelapa sawit Rp20 triliun dan bea keluar kakao Rp615 miliar.
Menteri Pertanian Suswono menyatakan hal ini pada puncak perayaan hari Perkebunan yang ke 54 di Gedung Pertemuan Umum Tambun Bungai Palangkaraya, Sabtu. Kedepan Suswono mengharapkan supaya Indonesia tidak lagi jadi eksportir barang mentah atau setengah jadi tetapi finish product sehingga nilai tambah ada didalam negeri.
Peranan penting perkebunan yang lain adalah penyerap tenaga kerja. Di tingkat on farm saja tenaga kerja yang diserap mencapai 19,7 jutaorang. “Kedepan peranan perkebunan tetap penting bahkan semakin penting untuk mengurangi kemiskinan,menyerap tenaga kerja, menjaga kelestarian lingkungan hidup dan sumber energi” kata Suswono.
Meskipun demikian tidak berarti tidak ada masalah di perkebunan. Banyak kritik yang menyatakan kelapa sawit tidak memberi kontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca.”Padahal kelapa sawit sebagai tanaman juga punya fungsi sebagai produsen 02. Terbukti bahwa simpanan CO2 di kebun kelapa sawit jauh lebih besar ketimbang semak belukar dan alang-alang, berarti kelapa sawit memberikan kontribusi pada penurunan emisi gas rumah kaca” kata Suswono.
Karena itu lahan terlantar jangan dibiarkan karena matahari bersinar tiap hari harus dimanfaatkan. Ada lagi black campaign bahwa kelapa sawit merusak lingkungan. Semua isu itu adalah cara-cara negara pesaing agar kelapa sawit tidak diterima pasar. “ ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) bisa menjawab bahwa tuduhan itu tidak benar” katanya.
Dalam kesempatan itu juga Suswono menyatakan terimakasih pada Pemda Kalimantan Tengah yang sudah mengeluarkan perda sebagai tindak lanjut Permentan no 26tahun 2007 pasal 11 yang mewajibkan semua perusahaan perkebunan menjalin kemitraan dengan masyarakat minimal 20% dari lahan yang ditanami.
Permentan ini keluar karena pemerintah sadar bahwa perkebunan merupakan bisnis yang padat modal sehingga tidak mungkin rakyat bisa menangani dalam skala yang luas. Karena itu rakyat bisa diikutsertakan bila perusahaan perkebunan mengalokasikan 20% lahanya untuk kemitraan.
“Saya sudah minta pada Dirjenbun segera melakukan audit bagi seluruh pelaku usaha perkebunan siapa yang belum menjalankan kewajiban ini. Presiden SBY berpesan supaya negara harus dibangun dengan pemerataan dan berkeadilan. Dampak sosialnya luar biasa contohnya di Kalteng di daerah-daerah yang perkebunanya belum membangun plasma banyak masalah” katanya.
Konflik sosial membuat cost lebih mahal. Membangun kemitraan merupakan bagian dari pengamanan sosial. Tidak ada konflik membuat pelaku usaha dapat bekerja dengan baik. Mentan juga mengapresiasi pengusaha yang sudah membangun kemitraan.
“Saya bertanya pada Dirjen Perkebunan apakah ada batas waktu kapan plasma ini harus di dibangun. Ternyata dalam Permentan tidak disebutkan secara definitive kapan kebun plasma ini harus bangun. Karena itu tahun 2012 Permentan akan direvisi dan dengan jelas menyebutkan jangka waktu kapan kebun plasma harus dibangun” kata Suswono.
Ke depan yang dikembangkan ditingkat on farm adalah peningkat produktivitas. Ini harus jadi sasaran utama dengan penanaman klon baru. Malaysia dengan luas lahan hanya separuh dari Indonesia ternyata produksi CPO hampir sama. Dengan mendekati produktivitas Malaysia maka produksi CPO Indonesia bisa mencapai dua kali lipat.
Perkebunan juga diminta melakukan diversifikasi usaha dengan tumpang sari tanaman pangan dan ternak. Daun sawit, bungkil dan lumpur sawit bisa menjadi pakan sapi. Karena itu pemerintah mengenakan bea keluar bungkil sawit supaya tidak diekspor tetapi dimanfaatkan untuk pakan ternak. Kedepan integrasi sapi sawit harus jadi kewajiban.


Bagikan Artikel Ini  

Hari Perkebunan ke-54 Memperebutkan “Plantation Cup 2011”.

Diposting     Kamis, 08 Desember 2011 11:12 pm    Oleh    ditjenbun



HARI PERKEBUNAN-Hari Perkebunan ke 54,  tanggal 10 Desember  2011, dimeriahkan dengan berbagai pertandingan olah raga antara lain badminton, tenis lapangan dan golf. Untuk olah raga tenis lapangan dan badminton Jum’at  (8/12) telah dimulai pertandingan  di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Pertandingan ini diikuti oleh instansi terkait se-Kalimantan Tengah dan dari Ditjen Perkebunan.

Direktur Budidaya Tanaman Rempah dan Penyegar, yang diwakili oleh Kasubdit Identifikasi dan Pendayagunaan Sumber Daya ketika membuka pertandingan meyampaikan terima kasih kepada para peserta. Walaupun peserta belum begitu banyak, tapi cukup bangga, karena telah ikut berpartisipasi beberapa klub tenis dan badminton. Hal ini bisa dimaklumi, karena  menjelang akhir tahun ini banyak kesibukan dari setiap instansi. Mudah-mudahan, tahun-tahun akan datang banyak peserta, bukan hanya dari kalangan perusahaan dan instansi pemerintah, tapi juga dari kelompok-kelompok petani-pekebun, dan juga merubah atau mengurangi jumlah partai beregu yang dipertandingkan, harapan Direktur. Direktur menjelaskan bahwa Plantation Cup untuk cabang olah raga tenis lapangan dan badminton adalah salah satu kegiatan Pekan Perkebunan,  dalam rangka memperingati Hari Perkebunan ke 54, tahun 2011.

Acara puncak Hari Perkebunan tahun 2011 dilaksanakan Gedung Pertemuan Umum Tambun Bungai Palangkaraya tanggal 10 Desembar 2011. Sedangkan Pekan Perkebunan ini  diisi dengan berbagai kegiatan baik di pusat maupun daerah antara lain bhakti krida dan bhakti sosial berupa santunan kepada 54 anak yatim dan atau yatim piatu wilayah palangkaraya, Kalimantan Tengah, donor darah dan pelayanan kesehatan di Jakarta dan palangkaraya, bantuan komputer dan printer kepada Lembaga Mengakar Masyarakat Mandiri (LM3), bantuan biaya penelitian kepada 54 mahasiswa/i pertanian yang sedang melaksanakan tugas akhir di bidang perkebunan pada perguruan tinggi di Kalimantan, worksop/seminar Pembangunan Perkebunan Berkelanjutan dengan Pemberdayaan Ekonomi Wilayah di Hotel Aquarius Palangkaraya, konferensi pers, publikasi dan dialog interaktif, pemberian penghargaan ini akan diberikan pada saat  acara puncak pada tanggal 10 desember 2011, pemenang lomba menggambar dengan tema “mencintai perkebunan” bagi pelajar SD, pemenang lomba mengarang dengan tema “pembangunan perkebunan berkelanjutan sebagai penggerak ekonomi wilayah” bagi pelajar SMP, pemenang lomba membuat poster  dengan tema “pembangunan perkebunan berkelanjutan sebagai penggerak ekonomi wilayah” bagi pelajar SMA, pemenang lomba membuat artikel di media cetak bagi wartawan dengan tema “pembangunan perkebunan berkelanjutan sebagai penggerak ekonomi wilayah” , petani, pengusaha, peneliti dan petugas pembina perkebunan yang memiliki komitmen dan integritas terhadap pembangunan perkembunan serta kepedulian terhadap pelestarianh lingkungan, satuan kerja dinas perkebunan terbaik tingkat Kabupaten, Gubernur/Bupati yang mempunyai komitmen untuk mendukung perkembangan perkebunan yang lestari dan stand terbaik pada pameran hari perkebunan ke-54.

Melalui berbagai kegiatan tersebut seperti pertandingan olah raga ini akan dapat terjalin silaturahmi dan komunikasi sesama  masyarakat perkebunan dan sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Melalui peringatan hari perkebunan yang akan diselenggarakan setiap tahun, diharapkan masyarakat dapat mewujudkan visi pembangunan perkebunan yaitu untuk kesejahteraan dan kemakmuran  bangsa.

Pekan perkebunan yang akan berlangsung dari tanggal 8 s/d 11 Desember 2011 akan mengikutsertakan berbagai lapisan masyarakat perkebunan, mulai dari petani, asosiasi, pengusaha, organisasi profesi dan pemerhati perkebunan. Melalui pekan perkebunan akan terbangun kebersamaan antar pelaku usaha perkebunan, sehingga kegiatan pembangunan perkebunan dapat terlaksana dengan baik dan lancar, jelas Direktur.


Bagikan Artikel Ini  

Menjadikan satu angka statistik perkebunan Nasional.

Diposting     Senin, 17 Oktober 2011 11:10 pm    Oleh    ditjenbun



Mataram-Untuk menghasilkan data menjadi satu kesatuan data yang valid, akurat dan obyektif dan konsisten sesuai dengan acuan Pembakuan Statistik Perkebunan perlu dilakukan  kesamaan presepsi antara daerah (provinsi) dan pusat (Ditjen Perkebunan, Pusdatin, BPS dan Kementerian Perdagangan), Untuk itu dilakukan Pertemuan penyusunan Data Statistik Angka Tetap Tahun 2010. Pertemuan penyusunan Data Statistik Angka Tetap Tahun 2010 yang dilaksanakan Mataram pada tanggal 14-16 Oktober 2011,  dibuka oleh Ir. H. Badrul Munir, MM Wakil Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pertemuan dihadiri oleh Kepala Dinas Lingkup Provinsi Nusa Tenggara Barat, Narasumber dari Kementerian Perdagangan dan BPS, Pusdatin Kementerian Pertanian dan Pejabat Pengelola Data Perkebunan Provinsi.

Wakil Gubernur mengatakan bahwa data dan informasi merupakan bahan utama yang diperlukan untuk menyusun perencanaan pengembangan perkebunan ke depan. Data yang akurat dan mutakhir akan meminimalkan kesalahan dalam penerapan kebijakan dan sasaran dalam rangka mencapai target. Provinsi Nusa Tenggara Barat sedang mengembangkan sektor pariwisata dan agribisnis, untuk agribisnis dengan program PIJAR (Pengembangan sapi, jagung dan rumput laut) sektor perkebunan diharapkan sebagai pendukungnya dalam pengembangkan tanaman perkebunan khususnya tembakau, kopi, jambu mete dan kakao. Pertemuan penyusunan Data Statistik Angka Tetap Tahun 2010 yang dihadiri peserta dari seluruh provinsi di Indonesia juga merupakan ajang promosi di sektor pariwisata, untuk itu kami akan menfasilitasi tranportasi ke wisata yang ada di Nusa Tenggara Barat.

Sementara itu Dirjen Perkebunan dalam sambutannya yang dibacakan oleh Ir. Mukti Sardjono, M.Sc Sekretaris Ditjen Perkebunan mengatakan bahwa data dan informasi merupakan bahan utama yang diperlukan untuk menyusun perencanaan pengembangan perkebunan ke depan. Untuk itu diperlukan data yang valid, akurat dan obyektif, yang diperoleh dari sinkronisasi dan validasi data komoditas perkebunan dari seluruh provinsi di Indonesia yang akan dijadikan statistik angka tetap nasional Tahun 2010.

Ketersediaan data dan informasi mutlak diperlukan baik dalam perumusan kebijakan maupun untuk melihat dan mengukur keberhasilan capaian kinerja yang telah kita lakukan. Metode yang di pakai dalam penetapan angka tetap Tahun 2010 adalah dengan cara menyandingkan angka pada tahun sebelumnya yang kemudian dianalisis kelayakannya dengan memperhatikan standar dan kreteria yang sudah dibakukan. Mekanisme penyusunan angka tetap Tahun 2010, dimulai dari sinkronisasi angka tetap di masing-masing provinsi yang telah menyepakati angka dengan seluruh kabupaten/kota yang ada dilanjutkan dengan sinkronisasi tingkat pusat seperti yang dilaksanakan pada saat ini, tegas Dirjen dalam sambutannya yang dibacakan oleh Sekditjen Perkebunan.

Lebih lanjut Dirjen mengatakan selama ini telah terbentuk mekanisme pengumpulan data yang berjenjang mulai dari kecamatan dikirim ke kabupaten, diteruskan ke provinsi dan selanjutnya ke pusat untuk dilakukan penyusunan data secara nasional. Penyusunan data statistik angka tetap Tahun 2010 ini dilakukan dengan menggunakan kerangka logika yang dapat diterima oleh berbagai pihak. Salah satunya adalah menggunakan standar dan besaran parameter yang dibakukan, seperti standar populasi, faktor konversi/rendemen, wujud produksi, standar produktivitas dan standar rasio penggunaan tenaga kerja yang optimal. Begitu pula harus memperhatikan model/metode perhitungan sehingga diperoleh data statistik yang logis dan konsisten.

Perubahan organisasi pemerintahan di daerah, baik oleh karena pelaksanaan otonomi daerah ataupun karena adanya pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota menjadikan kemandirian pemerintah daerah, namun disisi lain akan berdampak kurang lancarnya komunikasi dan hubungan kerja antara pemerintah pusat dan daerah dalam hal pengelolaan data perkebunan.

Demikian juga di beberapa daerah provinsi dan kabupaten/kota terjadi penggabungan dinas yang membidangi perkebunan dengan sub sektor lain. Hal ini disamping berdampak terhadap mekanisme pengumpulan dan pengiriman data serta informasi mengenai pembangunan perkebunan, juga berdampak pada beban tugas yang melebihi kapasitas personil yang menangani statistik. Dan tidak jarang pula, tenaga pengelola statistik yang sudah berpengalaman  di mutasi ke bidang tugas yang lain.

Adapun kondisi dan kendala yang dihadapi saat ini adalah :

  1. Pandangan pengelola data yang belum disadari bahwa data dan informasi yang disajikan bermanfaat untuk semua pihak.
  2. Para petugas belum memahami dan berfikir secara logika mengenai data yang diperoleh dari lapangan, sehingga angka dari daerah yang disajikan masih kurang valid dan akurat.
  3. Statistik perkebunan belum memperoleh prioritas utama di beberapa daerah, sehingga sering terjadi adanya mutasi tenaga pengelola data.
  4. Belum adanya kesamaan data diantara instansi pemerintah (Ditjenbun, Pusdatin, Kemendag, Kemenperin, BPS, dan Asosiasi).
  5. Terlalu banyaknya beban kerja bagi petugas pengelola data, yang berakibat arus pengiriman data/laporan dari kabupaten dan provinsi kurang lancar.
  6. Pembakuan statistic perkebunan (2007), belum dipahami oleh petugas di lapangan.
  7. Pendanaan yang terbatas, dan belum semua daerah menyediakan honor untuk petugas entry data, dll.

Upaya penyelesaian masalah yang dapat dilakukan adalah :

  • Pertama-tama perlu ada penyederhanaan buku PSP, terutama pada aspek yang harus dicatat oleh Manbun di tingkat lapangan.
  • Berikutnya adalah pengalokasian anggaran untuk pencetakan formulir isian di lapangan (APBN atau APBD), honor petugas dan kegiatan penunjang lainnya.
  • Upaya lainnya adalah penyelenggaraan forum koordinasi pada masing-masing tingkatan yaitu di pusat, provinsi dan kabupaten yang melibatkan institusi terkait, juga perlu ada pelatihan bagi petugas pengelola data dan memberikan reward kepada petugas yang berprestasi. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah membentuk tim monev statistik pada tingkat pusat, provinsi dan kabupaten.

Pada Tahun 2012 telah dialokasikan anggaran untuk kegiatan pengumpulan data di tingkat Provinsi antara lain :

  • Pertemuan sinkronisasi data statistik di Provinsi ;
  • Pertemuan refreshing metode pengelolaan data;
  • Honor pengelola statistik provinsi, kabupaten dan kecamatan;
  • Fotocopi form statistik (PSP) untuk petugas pengumpul data di kecamatan Perjalanan dinas dan untuk peningkatan kualitas data.

Pada pertemuan ini diharapkan dapat diperoleh angka tetap yang final Tahun 2010, angka sementara Tahun 2011 dan angka estimasi  Tahun 2012 yang selanjutnya pada bulan Desember 2011 dapat dipublikasikan secara nasional. Saya juga berharap sejak Tahun 2010 ini angka perkebunan secara nasional hanya satu dan merupakan hasil kesepakatan bersama seluruh institusi yang berwenang menerbitkan data statistik perkebunan, tegas Dirjen dalam sambutannya yang dibacakan oleh Sekditjenbun.


Bagikan Artikel Ini  

Sistem evaluasi : logical frame work yang mencakup output, outcome, benefit dan impact.

Diposting     Selasa, 11 Oktober 2011 11:10 pm    Oleh    ditjenbun



Yogyakarta-Pelaksanaan kegiatan pembangunan perkebunan tahun anggaran 2011 banyak hambatan/kendala hal ini terlihat dari masih rendahnya capaian fisik dan keuangan pada semester 1 tahun 2011. Dengan adanya kendala/hambatan tersebut perlu dilakukan evaluasi dan perencanaan ulang kegiatan sehingga dapat diketahui sampai sejauh mana pelaksanaan kegiatan pembangunan dapat berdampak positif terhadap pencapaian sasaran pembangunan yang telah ditetapkan. Sistim evaluasi yang diterapkan adalah menggunakan logical frame work  yang mencakup output, outcome, benefit dan impact, demikian dikatakan SekretarisDitjen Perkebunan, Mukti Sardjono, Rabu (20/7) saat membuka Pertemuan Koordinasi Monitoring dan Evaluasi (Monev) Kegiatan Ditjen Perkebunan Semester I tahun 2011.

Pertemuan tersebut berlangsung di Hotel Grand Quality Yogyakarta sampai tanggal 22 Juli 2011 dihadiri oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas yang membidangi perkebunan di Provinsi, tim Monitoring dan evaluasi lingkup Ditjen Perkebunan serta pejabat yang menangani evaluasi Dinas Provinsi.

Hambatan/kendala masih rendahnya capaian fisik disebabkan antara lain adanya revisi pejabat/petugas pengelola keuangan di daerah, revisi POK/DIPA, penetapan CP/CL oleh Bupati yang belum selesai, juklak dan juknis, terbatasnya panitia pengadaan dan adanya pemblokiran Rp.400 milyar, lanjut Sekdit.

Lebih lanjut Sekdit mengatakan mulai tahun 2010 komoditi binaan Ditjen Perkebunan bertambah dari 126 komoditi menjadi 127 komoditi, akan tetapi prioritas penanganannya hanya difokuskan pada 15 komoditas strategis yang menjadi unggulan nasional, yaitu : karet, kelapa sawit, kelapa, kakao, kopi, lada, jambu, mete, teh, cengkeh, jarak pagar, kemiri minyak, tebu, kapas, tembakau, dan nilam, sedangkan komoditi lainnya yang bersifat spesifik lokasi agar mendapat dukungan daerah. Sesuai restrukturisasi program dan kegiatan, Ditjen. Perkebunan diamanahkan untuk melaksanakan satu program pembangunan perkebunan yaitu Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Perkebunan Berkelanjutan yang dijabarkan dalam 7 (tujuh) kegiatan utama dengan 7 fokus kegiatan.      

Dengan diterbitkannya Inpres Khusus percepatan pembangunan yang dikawal oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-4) menunjukkan bahwa kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) menjadi suatu kegiatan prioritas baik pada skala nasional maupun sektoral. Pentingnya monev juga diamanahkan oleh Menteri Pertanian yang diwujudkan dalam bentuk capaian kinerja per triwulan yaitu triwulan I 20%, triwulan II 30%, triwulan III 70% dan triwulan IV minimal 95%. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengawal pencapaian pelaksanaan pembangunan perkebunan yang berdasarkan pada penganggaran berbasis kinerja (PBK) yang telah diterapkan secara penuh sejak tahun 2011 ini. Penilaian kinerja dimaksudkan untuk bahan pemberian reward and punishment  secara adil kepada kinerja seluruh satker berdasarkan hasil capaian kinerja per triwulan dan penilaian kinerja tersebut, lanjut setdit

Setdit menegaskan bahwa penilaian capaian kinerja yang meliputi realisasi keuangan dan fisik dimaksudkan untuk memotivasi satker dalam mepercepat pelaksanaan pembangunan perkebunan dan mencapai target sebagaimana ditetapkan Menteri Pertanian, sedangkan penilaian kinerja satker yang meliputi 5 (lima) unsur yaitu capaian fisik, capaian keuangan, ketepatan dan keteraturan pelaporan serta penyelesaian LHP/A. Untuk mengawal keberhasilan pembangunan perkebunan dan pengelolaan kegiatan yang efektif, efisien, ekonomis dan tertib, maka diperlukan aparatur yang bertanggungjawab, profesional dan produktif, menerapkan monitoring, evaluasi dan pelaporan secara terus menerus, konsisten dan efektif sesuai kewenangan pada unit kerja masing-masing. Untuk itu telah dilaksanakan pembagian tugas antara Sekretariat dan Direktorat yaitu monev capaian kegiatan fisik komoditi dilapangan menjadi tanggung jawab Direktorat, sedangkan monev capaian fisik dan keuangan satker menjadi tanggung jawab Sekretariat.

Pelaksanaan evaluasi dan pengendalian pelaksanaan program dilaksanakan dalam bentuk supervisi dan monitoring yang efektif, yang secara garis besar hasil evaluasi Ditjen Perkebunan ke lapangan adalah sebagai berikut :

  1. Pada umumnya belum seluruh satker menyampaikan laporan secara tertib dan teratur. Kondisi tersebut apabila tidak diantisipasi dapat berakibat pada rendahnya tingkat kinerja Direktorat Jenderal Perkebunan dalam mendukung serapan anggaran yang telah ditargetkan Kementerian Pertanian. Selain itu, masing-masing satker diminta untuk mempercepat pelaksanaan penyerapan anggaran dengan menjadual ulang.
  2. Sampai dengan posisi 30 Juni 2011 (triwulan II) capaian kinerja dan serapan anggaran untuk dana dekonsentrasi maupun dana tugas pembantuan, rata-rata masih sangat rendah dengan capaian sebesar 17,61 % (SP2D) dan 31,36 % (SPM).
  3. Untuk itu seluruh satker diminta melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
  • Mengambil langkah-langkah yang luar biasa untuk percepatan penyerapan keuangan;
  • Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan secara intensif baik di internal dinas maupun di lapangan/petani;
  • Menugaskan Tim ke lapangan dalam rangka mengidentifikasi masalah keterlambatan dan mencari upaya penyelesaiannya;
  • Melaksanakan pengawalan, pendampingan dan monitoring pelaksanaan kegiatan secara intensif;
  • Memerintahkan petugas yang menangani monitoring dan pelaporan agar menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal Perkebunan c/q Sekretaris Ditjen Perkebunan melalui surat dan atau email ke [email protected] atau secara tepat waktu (sebelum tanggal 7 bulan laporan) dan teratur (setiap bulan) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 31 tahun 2010;

     4.   Agar hasil evaluasi dapat lebih akurat maka dilaksanakan Pertemuan Koordinasi Monev Semester I  tahun 2011 dengan       agenda :

  • Pembahasan pembobotan fisik agar cara perhitungan dan persepsi petugas sama.
  • Pembahasan pelaksanaan kegiatan fisik lapangan sampai pada komponen/ output.
  • Penyampaian realisasi keuangan didasarkan pada Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dan Surat Perintah Membayar (SPM).
  • Provinsi dan Kabupaten yang mengelola DIPA Kegiatan Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional (Gernas) agar menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan/ simonev sesuai mekanisme yang berlaku kepada Sekretaris Ditjen. Perkebunan c.q Bagian Evaluasi dan Pelaporan – Sekretariat Ditjen. Perkebunan.

Lebih lanjut Sekdit mengatakan pada tahun 2009 Pimpinan Kementerian Pertanian telah melakukan kontrak politik  dengan Presiden RI yaitu laporan keuangan Kementerian Pertanian tahun 2011 harus mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Saya berharap terkait dengan tindak lanjut hasil pemeriksaan dapat ditanggapi dan ditindaklanjuti penyelesaiannya sesuai ketentuan yang berlaku, demikian juga terhadap penyelesaian kerugian negara. Hasil kesepakatan pertemuan (unduh)


Bagikan Artikel Ini  

Gebrakan Ditjen Perkebunan Untuk Percepatan Penyerapan Anggaran Tahun 2011.

Diposting     Kamis, 29 September 2011 11:09 pm    Oleh    ditjenbun



BANDUNG-Dirjen Perkebunan Ir. Gamal Nasir, MS. mengatakan pelaksanaan kegiatan pembangunan perkebunan Tahun Anggaran 2011 sampai dengan akhir Agustus 2011 masih jauh dari target sebagaimana ditetapkan Menteri Pertanian. Hal  ini disebabkan antara lain adanya proses proses revisi pejabat/petugas pengelola keuangan di daerah, revisi POK/DIPA, penetapan CP/CL oleh Bupati yang belum selesai, juklak dan juknis, terbatasnya panitia pengadaan, dan sanggahan pada proses pengadaan. Namun demikian Dirjen Perkebunan tetap optimis bahwa realisasi pembangunan perkebunan dapat mencapai lebih dari 90% dalam waktu yang tinggal sekitar 2,5 bulan sampai akhir Desember 2011.

Dengan berbagai kendala tersebut perlu mencari upaya-upaya terobosan yang strategis yang dapat mempercepat pencapaian pelaksanaan anggaranTahun 2011 ini, tegas Dirjen Perkebunan pada Pertemuan Percepatan Penyerapan Anggaran Tahun 2011, di Hotel Grand Aquila Bandung tanggal 27 September 2011, yang dihadiri oleh Staf Ahli Bidang Pembangunan Ekonomi dan Keuangan Provinsi Jawa Barat, Inspektur Jenderal Kementan, Pejabat Eselon II Lingkup Ditjen. Perkebunan, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi dan Kabupaten/Kota dari  seluruh Indonesia, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)Satker Dinas Provinsi dan  Kabupaten/Kota yang membidangi Perkebunan dari seluruh  Indonesia.

Upaya-upaya mempercepat pencapaian pelaksanaan anggaran Tahun 2011 antara lain : (1). Telah dilaksanakan pembagian tugas kepada Sekretariat dan Direktorat sebagai penanggung jawab capaian fisik kegiatan dan keuangan sesuai wilayah binaan (5-6 provinsi), (2). Evaluasi kinerja satker per triwulan yang disampaikan kepada setiap satker.  Penilaian capaian kinerja yang meliputi realisasi keuangan dan fisik dimaksudkan untuk memotivasi satker dalam mempercepat pelaksanaan pembangunan perkebunan dan mencapai target sebagaimana ditetapkan Menteri Pertanian, (3). Mengintensifkan pengawalan, pedampingan dan pembinaan petugas pusat ke satker daerah, (4).  Surat tentang capaian kinerja satker kepada Gubernur selaku wakil pemerintah pusat sekaligus penanggung jawab kegiatan di tingkat provinsi dan Bupati/Walikota selaku penanggung jawab pelaksanaan kegiatan,  (5).  Implementasi sistem Si-Monev yang telah mengintegrasikan RKA-KL, SAI dan capaian fisik. Khusus untuk menilai capaian fisik agar digunakan kriteria sebagaimana disepakati yaitu bobot administrasi 25%, pelaksanaan 65% dan pelaporan 10% dan (6).  Penilaian kinerja satker yang akan disampaikan pada awal Tahun 2012. Sedangkan criteria penilaian kinerja satker meliputi 5 (lima) unsur yang terdiri atas capaian fisik, capaian keuangan, ketepatan dan keteraturan pelaporan serta penyelesaian LHP/A, tegas Dirjen Perkebunan.

Lebih lanjut Dirjen Perkebunan menekankan  agar kegiatan berjalan sinergis dengan langkah-langkah tersebut, diminta seluruh satker baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk melakukan upaya-upaya sebagai berikut

  1. Mengambil langkah-langkah yang luar biasa untuk percepatan penyerapan keuangan;
  2. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan secara intensif baik di internal dinas maupun dilapangan/petani;
  3. Menugaskan Tim ke lapangan dalam rangka mengidentifikasi masalah keterlambatan dan mencari upaya penyelesaiannya;
  4. Melaksanakan pengawalan, pendampingan dan monitoring pelaksanaan kegiatan secara intensif;
  5. Melaporkan capaian keuangan setiap minggu dan bulan kepada Sekretariat Ditjen Perkebunan, baik melalui email, faksimile, telepon maupun media lainnya.
  6. Menandatangani surat pernyataan kesanggupan pencapaian pelaksanaan anggaran Tahun 2011 pada saat pertemuan ini sebagai pertanggungjawaban moral dan pemanfaatan anggaran kepada pemerintah maupun masyarakat.

Dirjen Perkebunan menegaskan bahwa Ditjen Perkebunan akan menerapkanreward dan punishment System di Tahun Anggaran 2012 berdasarkan capaian kinerja Tahun 2011 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 38 tahun 2010.  Wujud punishment untuk tingkat kementerian berupa pemotongan anggaran maksimal yang tidak terserap pada tahun 2011.

Lebih lanjut Dirjen Perkebunan menegaskan bahwa pelaksanaan kegiatan pembangunan perkebunan Tahun Anggaran 2011 sampai dengan akhir Agustus 2011 masih jauh dari target sebagaimana ditetapkan Menteri Pertanian. Dirjen Perkebunan berkeyakinan bahwa realisasi pembangunan perkebunan dapat mencapai lebih dari 90% dalam waktu yang tinggal sekitar 2,5 bulan sampai akhir Desember 2011.  Dengan berbagai kendala tersebut kita perlu mencari upaya-upaya terobosan yang strategis yang dapat mempercepat pencapaian pelaksanaan anggaran Tahun 2011 ini.

Serapan Ditjen. Perkebunan sampai dengan Agustus 2011 merupakan eselon I yang menduduki predikat terendah ke 2 (dua) untuk tingkat Kementerian Pertanian setelah Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. Sampai dengan posisi 31 Agustus 2011 capaian kinerja keuangan sebesar 30,76 % dan fisik sebesar 45,66 %. Kami sampaikan apresiasi untuk 3 (tiga) provinsi yang serapan keuangannya terbaik yaitu Sumatera Selatan sebesar 76,03 %, Papua Barat sebesar 65,92% dan Jambi sebesar 55,02%, sedangkan 3 (tiga) provinsi yang serapan keuangannya terendah yaitu Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan masing-masing sebesar 16,92% serta Sumatera Barat sebesar 17,62%, tegas Dirjen Perkebunan.

Selanjutnya untuk tiga urutan satker kabupaten/kota terbaikyaitu Kota Prabumulih, Sumsel (100%), Kabupaten Pidie, Aceh (99,68%) dan Kabupaten Toraja Utara, Sulsel (97,78%). Sebaliknya satker terendah serapannya adalah Gayo Luwes (Aceh), Karo (Sumut), Solok Selatan (Sumbar) dan Tanah Bumbu (Kalsel) yang masing-masing masih 0% (belum dilaksanakan), lanjut Dirjen Perkebunan.

Lebih lanjut Dirjen Menegaskan bahwa dari 217 satker lingkup Perkebunan, berdasarkan kriteria capaian kinerja dibawah 15% sampai dengan triwulan II mencapai 105 satker dan capaian kinerja dibawah 25% sampai posisi 31 Agustus 2011 sebanyak 65 satker. Oleh karena itu, untuk satker yang capaiannya masih dibawah 25% tersebut harus ikhlas apabila tahun 2012 tidak memperoleh alokasi anggaran dari Ditjen Perkebunan atau bukan satker mandiri.


Bagikan Artikel Ini  

”Berkat Dukungan Pimpinan” Ditjen Perkebunan Meraih Juara II Lomba Web Lingkup Kementerian Perta.

Diposting     Jumat, 19 Agustus 2011 11:08 pm    Oleh    ditjenbun



Sudah berturut-turut dalam dua tahun yaitu 2009 dan 2010 Ditjen Perkebunan mendapatkan peringkat pada lomba situs web yang diselenggarakan Kementerian Pertanian. Selain itu pada Tahun 2009 juga memperoleh penghargaan sebagai website terbaik tingkat Eselon I/Direktorat  Jenderal atas penilaian Warta Ekonomi. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 3615 /Kpts/OT.140/8/2011 tentang Penetapan Pemenang Lomba Situs Web Kementerian Pertanian Tahun 2011 Ditjen Perkebunan meraih juara II atau mengalami peningkatan dari juara III pada Tahun 2010 menjadi juara II Tahun 2011. Hal tersebut dapat dicapai karena adanya kerjasama sinergis diantara Tim website Ditjen Perkebunan yang saling mendukung, saling koreksi dan berbagi pengalaman secara periodik. Disamping dukungan dari pimpinan Ditjen Perkebunan.

Sesuai Keputusan Ditjen perkebunan Nomor 67/Kpts/TU.310/3/2011 Penanggung jawab Website Ditjen Perkebunan adalah Dirjen Perkebunan, Ir Gamal Nasir, MS, sebagai Redaktur seluruh Eselon II, dan masing-masing Redaktur secara otonomi dibantu oleh Editor (Eselon III) dan seorang Admin untuk mengelola website sehari-hari. Selain Tim website yang bertanggung jawab dalam pengelolaan Web ini, secara tugas pokok dan fungsi untuk mengelola sehari-hari dilaksanakan oleh Sekretaris Ditjen Perkebunan, Ir. Mukti Sardjono, M.Sc dibantu oleh Kepala Bagian Evaluasi dan Pelaporan yang dipegang oleh Ir. Bambang Sad Juga, M.Sc. Pada Bagian Evaluasi dan Pelaporan ini terdapat 3 (tiga) orang Pranata Komputer dan 3 (tiga) orang Statistisi, yang bertugas mengupdate dan menampilkan informasi tentang perkebunan.

Sejak tahun anggaran 2011, Ditjen Perkebunan mulai merubah tampilan Web. Hal ini dilakukan bukan hanya sekedar akan dinilai karena akan diselenggarakan lomba situs web tingkat Kementerian Pertanian pada bulan Juli, tetapi karena tuntutan kebutuhan para user data dan informasi seputar perkebunan, baik data maupun program yang dilaksanakan Ditjen Perkebunan. Banyak sekali masyarakat luas, baik individu maupun institusi, dalam dan luar Kementerian Pertanian sangat membutuhkan informasi tentang perkebunan. Informasi yang banyak dibutuhkan adalah tentang data mikro (luas areal, produksi, produktivitas), data makro (harga, PDB/PDBR, ekspor, impor, NTP, penyerapan tenaga kerja) dan program pembangunan perkebunan serta agenda kegiatan dan program Direktorat Jenderal Perkebunan.

Tampilan 2011 dirancang untuk memudahkan user dalam mengakses web, seperti izin, revitalisasi gula, luas dan produksi, rekomtek dan ekspor-impor yang didukung dengan translation dengan berbagai bahasa

Ada 15 komoditas unggulan Direktorat Jenderal Perkebunan dan 22 komoditas spesifik daerah yang sudah disusun dalam bentuk Buku Statistik Perkebunan. Data dan informasi inilah yang sangat dibutuhkan masyarakat baik dalam maupun luar negeri. Secara series, data ini telah ditampilkan dalam website Ditjen Perkebunan dan ke depan secara bertahap informasi tersebut akan dilengkapi dan disempurnakan sesuai kebutuhan masyarakat.

Secara periodik Dirjen Perkebunan selalu mengingatkan para Redaktur untuk selalu mengupdate dan dapat memberikan pelayanan kepada publik tentang informasi perkebunan, terutama dalam hal merespon pertanyaan, himbauan dan saran yang ada dalam menu Forum Konsultasi. ” Orang bertanya karena ingin tahu, kita wajib menjawab dan memberikan informasi sebaik-baiknya, karena itu merupakan bentuk pelayanan kita kepada masyarakat ”, pesan Dirjen Perkebunan.(ddh)


Bagikan Artikel Ini  

Meningkatkan Kemampuan SDM Perkebunan di Bidang Sistem Informasi Perkebunan Industri Primer Kelapa S.

Diposting     Kamis, 18 Agustus 2011 11:08 pm    Oleh    ditjenbun



Teknologi informasi memiliki manfaat sebagai salah satu alat bantu dalam pengelolaan data dan media dalam menyajikan informasi yang merepresentasikan sesuatu. Saat ini penggunaannya sudah sangat meluas baik di unit pemerintahan maupun non pemerintahan. Dengan semakin meningkatnya peran dari teknologi informasi, maka segala keperluan yang menyangkut kebutuhan akan informasi akan lebih mudah untuk diperoleh.

Perkebunan merupakan salah satu subsektor di sektor pertanian yang berperan penting dalam pembangunan ekonomi. Terdapat 3 komoditas yang menjadi prioritas dalam pengembangan komoditas perkebunan yaitu kelapa sawit, karet dan kakao. Tiga komoditas ini sangat penting karena dapat memberikan devisa negara, dapat menyerap tenaga kerja dan komoditas ini tersebar hampir di seluruh wilayah di Indonesia, demikian disampaikan Sekretariat Ditjen Perkebunan, Ir. Mukti Sardjono, M.Sc pada acara pembukaan pelatihan Aplikasi Sistem Informasi Perkebunan Industri Primer Kelapa Sawit, Karet dan Kakao (SCIBUN) yang diselenggarakan bekerjasama dengan Sucofindo di Ruang Rapat Lantai III di Gedung C Ditjen Perkebunan pada tanggal 2 s/d 3 Agustus 2011.

Sekditjen Perkebunan mengemukakan, bahwa sasaran dan tujuan program ini adalah : 1) Tersedianya data dan informasi luas areal, produksi, potensi dan kepemilikan lahan perkebunan komoditas kelapa sawit, karet dan kakao,  2) Tersedianya profil industri primer komoditas kelapa sawit, karet dan kakao, dan 3) Tersedianya database perkebunan dan industri primer komoditas kelapa sawit, karet dan kakao. Data yang dihasilkan dalam bentuk digital, sehingga dapat menyesuaikan dengan pendataan lahan dan produksi yang dilakukan oleh Kementerian lain ataupun BUMN.

Pelatihan aplikasi sistem informasi perkebunan industri primer kelapa sawit, karet dan kakao dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan SDM perkebunan yang dianggap kompeten untuk mengoperasionalkan aplikasi dan pemanfaatansoftware/database hasil identifikasi dan verifikasi kinerja, potensi dan kemampuan industri primer perkebunan tahun 2010.Database dan sistem informasi kelapa sawit, karet dan kakao serta industri primernya berbasis web mapping/open sourcedikemas dalam bentuk sistem, sehingga mudah digunakan/diperbaharui sesuai kebutuhan. Walaupun open source tetapi data dan informasi harus dikelola dengan baik, mana yang merupakan kebijakan umum yang dapat diakses sesuai kebutuhan masyarakat luas, tambah Sekditjen Perkebunan.

Kedepan hasil yang diharapkan dari pelatihan sistem informasi perkebunan ini  adalah : 1) Tersosialisasinya sistem informasi perkebunan, 2) Dapat mengoperasionalkan sistem informasi perkebunan, 3) Dapat mengakses data dalam aplikasisoftware/database dimaksud, 4) Dapat memberikan informasi kepada pihak-pihak yang membutuhkan, dan 5) menguasai software yang digunakan dalam pembuatan sistem database dan sistem informasi hasil kegiatan, dan kemudian memperbaharui dan mengembangkannya. Sekditjenbun menambahkan bahwa kendala yang dihadapi untuk mengembangkan sistem biasanya muncul pada masalah dana, peralatan/infrastruktur dan SDM nya.

Untuk selanjutnya bagaimana database ini bisa dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan melalui website Ditjen Perkebunan, diperlukan database spasial dan sistem informasi geografis berbasis web. Yang harus dikedepankan adalah bagaimana kita dapat mengelola database yang kita miliki, dan diupayakan harus selalu diperbaharui, agar dapat diakses oleh para pengguna. Untuk saat ini komunikasi dapat dilakukan melalui internet, tempat sudah bukan menjadi batasan, sehingga dimanapun, kapanpun bisa berkomunikasi untuk memberikan dan mendapatkan informasi.

Materi yang diperoleh pada pelatihan aplikasi sistem informasi perkebunan industri primer kelapa sawit, karet dan kakao adalah :

  • Sistem Informasi Geografis dan Map Server;
  • Pengelolaan Data Spasial;
  • Sistem Manajemen Database;
  • Database Spasial;
  • Panduan Penggunaan Aplikasi SCIBUN;
  • Konfigurasi Map File;
  • PHP/Map Script;
  • Aplikasi PHP/Map Script dengan Komponen Navigasi Peta;
  • Membangun Aplikasi menggunakan Ajax dan JQuery.

Bagikan Artikel Ini  

Produsen Kakao Nomor Satu Bisa Dicapai .

Diposting     Kamis, 14 Juli 2011 11:07 pm    Oleh    ditjenbun



Cita-cita menjadi produsen kakao nomor satu bagi Indonesia bukanlah hal yang mustahil untuk  dicapai. Dengan luas lahan mencapai 1,5 juta ha maka  bila  produktivitas mencapai 1 ton/ha saja  produksi kakao Indonesia bisa mencapai 1,5 juta ton atau melebihi Pantai Gading  yang mencapai 1,3 juta ha.”Kalau hal ini bisa tercapai maka Indonesia menjadi produsen nomor satu dunia” kata Azwar AB, Direktur Rempah Penyegar pada Rakornas  Kakao, di Badung.

Gerakan Nasional  Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (Gernas Kakao) dengan rehabilitasi bisa memacu produktivitas sampai 1,6 ton/ha, sedang peremajaan dan intensifikasi mencapai 1,2 ton/ha, dari semula yang hanya mencapai 800 kg/ha. Kenaikan produktivitas kakao juga akan diikuti dengan peningkatkan kesejahteraan petani kakao. “Cita-cita menjadi produsen kakao terbesar adalah perwujudan untuk meningkatkan kesejahteraan petani kakao. Kondisi kakao nasional sudah baik hanya belum yang terbaik”kata Azwar lagi.

Saat ini kementerian lain di luar Kementerian Pertanian begitu optimistis dengan kakao Indonesia. Kementerian Perindustrian mencanangkan kebangkitan Industri Kakao, Kementerian Keuangan mencanangkan devisa USD500 miliar dan kakao menjadi salah satu kontributornya. “Sanggupkah kita menjawab optimisme pihak lain terhadap kakao, ini yang menjadi tantangan bagi kita semua” kata Azwar lagi kepada seluruh pemangku kepentingan kakao yang memenuhi ball room hotel Grand Aquila.

Saat ini ada Gernas Kakao yang bisa dijadikan dasar untuk optimis. Hal yang harus diantisipasi adalah kalau tiba-tiba gernas kakao selesai tahun ini juga apakah kakao di Indonesia akan   kiamat atau tidak. Harus ada solusinya dan kluster industri kakao merupakan konsep yang disiapkan untuk mengantisipasi hal ini. Kluster industri kakao adalah penyatuan dalam satu wilayah sehingga mencapai skala ekonomi baik dari sisi bisnis dan industri.

Saat ini data kakao terutama ekspor masih bervariasi. Kalau ekspor turun biasanya para analis menyimpulkan bahwa produksi turun. Bisa jadi sebenarnya konsumsi di dalam negeri meningkat. Saat ini konsumsi perkapita 0,2-0,4 kg/tahun, ICCO menyebutkan 0,56 kg, tetapi Azwar mensinyalir bisa saja mencapai 1 kg/tahun. “Saya sudah usulkan untuk survey sehingga bisa diketahui data konsumsi di dalam negeri, sebab bisa jadi konsumsi dalam negeri besar”katanya.

Sekarang  semua hal soal kakao prospeknya seolah-olah sangat tergantung pada gernas. Padahal gernas kakao hanya membiayai pada tahun pertama, sedang tahun ke dua dan ketiga diharapkan dapat diperoleh dari revitalisasi. Kredit revitalisasi perkebunan  merupakan peluang untuk   membiayai tanaman kakao. Lahan sudah ada sertifikat sudah ada sehingga dari sisi ini sebenarnya kredit revitalisasi perkebunan bisa digunakan untuk kakao.

Selama ini petani kakao belum-belum sudah pesimistis bahwa bank tidak tertarik pada kakao dan tidak mau membiayai kakao. Buktinya Lembaga Ekonomi Masyarakat Sejahtera Sulawesi Tenggara bisa mendapat kredit revitalisasi dari BRI cabang Kendari.”Hal ini membuktikan kita jangan pesimistis, benahi administrasinya. Bank Indonesia sendiri tertarik dengan prospek kakao dan mereka melihat layak dibiayai”katanya.

Gernas jangan jadi satu-satunya andalan, kalau hanya mengandalkan gernas saja ambisi untuk menjadi nomor satu akan lama mencapainya. Potensi lain masih bisa digunakan seperti revitalisasi, kluster industri dan lain-lain.

Kakao fermentasi menjadi kata kunci untuk mengubah image kakao Indonesia yang berkualitas jelek.  Sistim sertifikasi kakao sekarang sudah mulai disusun dan pemerintah yang akan menentukan prinsip, indikator dan kriterianya. Pemerintah juga yang akan menentukan siapa pelaksananya.LSM sudah ada yang masuk untuk melakukan sertifikasi versi mereka, tetapi nanti pemerintah yang menentukan.

Untuk mendapatkan nilai tambah kakao juga harus  berani masuk membuat sertifikasi indikasi geografis. Hal ini sudah biasa di kopi dan sertifikat ini member nilai tambah karena harga yang lebih tinggi. Kakao di daerah-daerah tertentu punya aroma yang khas yang tidak bisa didapat  di daerah lain sehingga indikasi geografis ini memungkinkan.

Gamal Nasir, Dirjen Perkebunan menyatakan kakao yang masuk dalam program gernas untuk pembiayaan selanjutnya menghadapi kendala bahwa lahan mereka belum sertrfikat. Gamal mengingatkan ketika pertama kali Kementerian Pertanian mengadakan MoU dengan empat Gubernur se Sulawesi untuk mengadakan gernas salah satu klausul tugas pemda adalah membantu petani melaksanakan  sertifikasi lahan. “Tolong pemda laksanakan tugasnya, sejauh mana pemda sudah merealisaikan kesepakayan ini. Soal RTRWP maka Kementerian Pertanian akan berusaha menyelesaikanya dengan Kementerian Kehutanan”katanya.

Rismansyah  Danusaputra, Direktur Tanaman Tahunan, mengakui krediit revitalisasi sebagian besar masih untuk kelapa sawit, kemudian karet dan kakao yang terkecil. Padahal lahan petani yang mendapat program gernas kakao  jelas, petaninya juga  jelas dan mereka memerlukan  pembiayaan untuk pemeliharaan tahun ke 2 dan ke 3. Realisasi untuk kakao hanya mencapai Rp37 m. Masalah masih berputar disekitar lahan , petani dan sertifikat. Di beberapa  daerah RTRWP sudah  clear sedang di daerah lain masih  tumpang tindih dengan kehutanan sehingga perlu dicarikan jalan keluar. Aturan di bank sendiri sangat ketat tetapi bank ada yg tertarik pada kakao.

Hendrajat Natawidjaja, Direktur Pasca Panen dan Pembinaan n Usaha menyatakan kakao fermentasi merupakan tuntutan pasar global. Kalau peningkatan produksi kakao fermentasi bisa  dipercepat maka bisa mengangkat keunggulan komparatif  kakao Indonesia. Kakao fermentasi dengan aroma khas pangsa pasarnya mencapai 85%. Unit pengolahan bisa diperluas dan menyebar secara merata sebab sekarang masih berupa spot-spot.

Dalam Gernas kakao tahun 2010 unit pengolahan ini kurang diperhatikan sedang tahun  2011 harus unit pengolahan bji harus bisa operasional. SNI kakao bubuk sudah wajib, SNI biji kakao juga sudah wajib sejak Oktober 2010, sudah saatnya melakukan hal nyata dalam kakao fermentasi ini.

Tahun 2010 ada 29 unit fermentasi kakao di 29 kabupaten dan  6 propinsi tetapi  pada umumnya unit fermentasi belum berjalan karena bahan baku terbatas dan belum ada kemitraan yang bisa menjamin pasar. Unit ini dibangun pada bulan Desember sehingga tahun berikutnya tidak mendapatkan bahan baku. Tahun 2011 diharapkan unit pengolahan bisa dibangun bulan Juni dan Juli sehingga bisa langsung jalan karena biasnya sesudah Juli panen besar kakao terjadi. “Saya minta pelaksana jemput bola untuk mendorong operasional unit pengolahan, tanpa ini maka fermentasi tidak akan berjalan”katanya.

Unit pengolahan yang  tidak operasional karena  tidak ada bahan baku akibat serangan   hama penyakit dan  perubahan iklim juga  tidak ada kemitraan harus diatasi. Bentuk kemitraan untuk menjaga kontinuitas biji dengan membuat regu pengendalian hama penyakit. Dibicarakan bagaimana dari hasil panen bisa disisihkan biaya untuk regu pengendalian ini.

Regu ini melakukan pemangkasan dan pembersihan sehingga tidak tergantung pada kerajinan petani. Kondisi petani ada beragam ada yang malas dan rajin, dengan adanya regu ini maka pemangkasan, sanitasi bisa dilakukan pihak lain yang dibayar khusus, hasilnya pasokan biji kakao tidak dirongrong oleh hama penyakit yang membuat produksi dan kualitas turun.

Untuk mendorong petani melakukan fermentasi perlu juga dibuat Keputusan Menteri Pertanian soal harga kakao  fermentasi. Fermentasi kakao perlu dilaksanakan dalam jumlah besar sehingga semakin banyak kakao yang difermentasi. Operasional dari pasca panen sampai pemasaran perlu dilakukan dalam satu atap.

Nurnowo Paridjo, Direktur Perlindungan Perkebunan menyatakan masih banyak kendalayang dihadapi dalam upaya meningkatkan produksi dan mutu kakao, tetapi kemajuanya masih sedikit. “Soal bank misalnya dikatakan bank masih alergi pada kakao, apakah masalahnya bukan karena kita tidak berhasil meyakinkan bank untuk membiayai kakao” katanya.

Dalam  10 tahun terakhir produktivitas kakao hanya 660 kg/ha, padahal pernah mencapai 1100 kg/ha. Dari gernas ternyata lahan petani ada yang potensi mencapai  2 ton/ha sehingga  mimpi menjadi produsen kakao nomor  satu dunia tidak mustahil dicapai lewat peningkatan produktivitas.

Organisme Penganggu Tanaman menyerang hampir seluruh tanaman kakao dan tidak ada lahan yang bebas. Kehilangan hasil akibat OPT tiap tahun  mencapai  198.000 ton dengan nilai Rp3,96 triliun. Automatic detention menyebabkan Indonesia kehilangan devisa sampai USD 5,35 miliar  disamping  citra kakao Indonesia sebagai kakao bermutu jelek.

Sambung samping di gernas kakao seharusnya bebas VSD tetapi sekarang sudah ada yang terserang. OPT dulu yang dianggap sepele sekarang sudah jadi OPT yang mematikan yaitu hawar daun kuda.Peramajaan dan rehabilitasi gernas kakao sudah mulai tertular, sedang peremajaan belum banyak.

Bibit  SE yang sudah ditanam umumnya tidak  keberadaan  tanaman pelindung diabaikan, padahal kakao  perlu naungan. Akibat tidak harmonisnya keseimbangan cahaya dan unsur hara sehingga muncul  opt. “Kalau petani rajin masuk kebun melakukan sanitasi minimal 2 jam sehari saja sebenarnya masalah OPT ini bisa diatasi” katanya.

Bagikan Artikel Ini  

Program Pembangunan Perkebunan 2012 : Peningkatan Produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan.

Diposting     Kamis, 07 Juli 2011 11:07 pm    Oleh    ditjenbun



ACEH-Terwujudnya peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perkebunan adalah merupakan program pembangunan perkebunan pada tahun 2012, demikian dikatakan oleh Sekretaris Ditjen Perkebunan dalam sambutannya pada pertemuan perencanaan perkebunan 2012 wilayah barat pada tanggal 5 Juli 2011 di Hotel Grand Nanggroe yang dihadiri oleh pejabat/staf perencanaan Provinsi yang membidangi perkebunan.

Lebih lanjut Sekretaris Ditjen Perkebunan mengatankan, peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan dengan 9 kegiatan yaitu :

  1. Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman semusim (tebu, kapas, nilam);
  2. Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman rempah dan penyegar (kakao, kopi, teh, lada, cengkeh);
  3. Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman tahunan (karet, kelapa sawit, kelapa, jambu mete, jarak pagar, kemiri sunan);
  4. Dukungan pasca panen dan pembinaan usaha perkebunan;
  5. Dukungan perlindungan perkebunan;
  6. Dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya;
  7. Dukungan pengujian, pengawasan mutu benih dan penerapan teknologi proteksi tanaman perkebunan BBP2 TP Medan;
  8. Dukungan pengujian, pengawasan mutu benih dan penerapan teknologi proteksi tanaman perkebunan BBP2TP Surabaya;
  9. Dukungan pengujian, pengawasan mutu benih dan penerapan teknologi proteksi tanaman perkebunan BBP2TP Ambon.

Pertemuan perencanaan perkebunan 2012 merupakan awal dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran tahun 2012 berdasarkan pagu anggaran  yang tentunya  akan dilanjutkan   dengan pertemuan berikutnya apabila telah ditetapkan alokasi anggaran/ pagu definitif. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan nomor 215/KMK.02/2011 tanggal 30 Juni 2011 telah ditetapkan pagu anggaran untuk Kementerian/Lembaga tahun 2012. Kementerian Pertanian Rp. 17,646 Triliun dan alokasi anggaran untuk Direktorat Jenderal Perkebunan sebesar Rp. 1,481 Triliun, tegas Sekretaris Ditjen Perkebunan.

Sekretaris mengingatkan bahwa berkenaan dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran tahun 2012, rambu-rambu yang perlu dijadikan pedoman adalah :

Berkaitan dengan kegiatan yang harus dibatasi :

  • Penyelenggaraan rapat, rapat dinas, seminar, pertemuan, lokakarya;
  • Pemasangan telpon baru kecuali untuk satuan kerja yang belum memiliki saluran telpon;
  • Pembangunan gedung baru yang sifatnya tidak langsung menunjang tupoksi Kementerian/Lembaga antara lain, mess, wisma, rumah dinas, rumah jabatan, gedung pertemuan;
  • Pengadaan kendaraan bermotor, kecuali pengadaan kendaraan fungsional seperti ambulan, kendaraan untuk tahanan, penggantian kendaraan rusak berat.

Berkaitan dengan paket bantuan yang diberikan kepada kelompok tani perkebunan ditetapkan sebagai berikut :

  • Untuk kegiatan peremajaan, rehabilitasi diberikan bantuan benih siap salur 50 % dari standar dan bantuan sarana produksi maksimal 50%;
  • Untuk kegiatan perluasan diberikan bantuan benih siap salur 100% dan bantuan sarana produksi maksimal 50%;
  • Untuk daerah perbatasan, pasca bencana, pasca konflik dan daerah tertinggal kegiatan perluasan tanaman juga diberikan bantuan benih siap salur 100% dan sarana produksi juga maksimal 50%.

Paket bantuan tersebut di atas adalah  untuk kegiatan  di luar kegiatan Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (gernas kakao).

Terkait dengan penetapan Satuan Kerja Kabupaten/kota otonom agar didasarkan pada kriteria :

  • Kinerja dua tahun terakhir, apabila kinerja dinas di bawah 50 %, maka sebaiknya Dinas Kabupaten tersebut tidak dijadikan satker otonom;
  • Nomenkaltur Dinas Kabupaten, apabila Dinas Perkebunan berdiri sendiri maka diberikan prioritas yang pertama, apabila bergabung dengan nama dinas lainnya maka diberikan prioritas kedua dan selanjutnya apabila tidak tersirat dalam namanya maka akan diberikan prioritas terakhir;
  • Alokasi anggaran yang dikelola minimal Rp.900 juta.  Bila anggaran yang dikelola di bawah Rp. 900 juta, maka dana tersebut dialokasikan  dan dikelola oleh Provinsi sebagai TP Provinsi. Pengurangan jumlah Satker tahun 2012 ini merupakan kebijakan Kementerian Pertanian;
  • Besar-kecilnya kontribusi terhadap sasaran produksi dan luas areal secara nasional sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Pembangunan Perkebunan tahun 2010-2014.

Selain rambu-rambu secara makro yang saya sampaikan di atas, tentunya ada rambu-rambu yang bersifat teknis yang telah disiapkan oleh Tim Perencanaan Ditjen Perkebunan yang harus diperhatikan dalam penyusunan RKA- KL tahun 2012.

Dalam sambutannya sekretaris menegaskan bahwa kebijakan Kementerian Pertanian pada tahun 2012 dan seterusnya berupaya mengurangi jumlah Satker pengelola APBN Kementerian Pertanian. Hal ini berdasarkan opini BPK  terhadap Laporan Keuangan Kementerian Pertanian tahun anggaran 2010 adalah Wajar Dengan Pengecualian.  Salah satu penyebab  adalah masih banyaknya asset BMN bermasalah termasuk asset BMN yang tercatat pada satker lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan. Asset bermasalah tersebut harus segera diselesaikan sehingga tidak membebani laporan Keuangan Kementerian Pertanian pada tahun mendatang.

Dalam penyusunan RKA-KL diharapkan sekali  kecermatan dan ketelitian semua pihak mulai dari operator peng-entry data ke dalam aplikasi RKA-KL, pejabat perencana Dinas Provinsi, Tim Perencanaan Ditjen Perkebunan yang terkait dengan  penguasaan unsur-unsur dalam  RKA-KL mulai dari output, komponen, akun belanja, cara penarikan, unit cost  dan sebagainya. Saya sangat concern terhadap hal tersebut berdasarkan pengalaman tahun 2011 ini  banyaknya usulan revisi dari Satker, lanjut Sekretaris Ditjen Perkebunan.

Lebih lanjut Sekretaris Ditjen Perkebunan mengingatkan, untuk meminimalkan revisi, agar diperhatikan antara lain :

  1. Harga benih dan harga pendukung lainnya agar disesuaikan dengan Peraturan Gubernur/Bupati atau jika belum ada agar menggunakan satuan biaya pembangunan perkebunan Ditjen Perkebunan tahun 2012;
  2. Besarnya uang perjalanan dinas dari provinsi ke pusat, provinsi ke kabupaten dan kabupaten ke lokasi agar disesuaikan dengan Peraturan  Gubernur/Bupati atau Satuan Biaya Umum dari Kementerian Keuangan.

Bagikan Artikel Ini