KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Pentingnya Hilirisasi Komoditas Lada

Diposting     Jumat, 19 Juni 2020 08:06 am    Oleh    ditjenbun



JAKARTA – Tak dapat dipungkiri bahwa Pandemik Covid-19 turut mempengaruhi pelambatan perdagangan komoditas perkebunan terutama masalah dinamika harga. Pada Mei lalu tercatat harga lada putih sebesar Rp. 46.360 per kg dan lada hitam Rp. 25.900 per kg. Dedy junaedi, Direktur Pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan mengatakan beberapa sentra produksi lada Babel, Lampung, Sulsel dll mengalami fluktuasi harga ditingkat domestik. Pada tahun 2016 lada pernah mencapai masa jaya hingga 150rb/kg. Namun ditengah pandemik ini harga lada pun terkena dampaknya. Dinamika harga ini dialami hampir semua komoditas perkebunan.

Lanjut dedy, Tentunya saat ini, Pemerintah tidak tinggal diam, Kementerian Pertanian tetap berupaya, salah satunya dengan menyiapkan langkah-langkah antisipatif seperti mendorong penyerapan dalam negeri, membuka akses pasar di negara-negara non tradisional dan beberapa kebijakan di sektor hulu diantaranya fasilitasi bantuan pengembangan lada melalui bantuan benih dan saprodi. Perlu sinergitas yg kuat antara pemerintah pusat, daerah, pelaku usaha dan industri utk menjawab persoalan tersebut.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perkebunan menyikapi persoalan harga lada ini dengan mendorong penguatan kelembagaan petani. “Pada dasarnya kelembagaan petani menjadi salah satu solusi dalam posisi tawar petani terhadap dinamika harga, tentunya kelembagaan dengan menjalin kemitraan yang kuat dengan industri/pelaku usaha,” kata Kasdi Subagyono Direktur Jenderal Perkebunan pada keterangan tertulisnya (17/06). Harga yang kompetitif, Lanjut Kasdi, akan terbentuk karena adanya mutu yang dihasilkan oleh petani berdasarkan standar yang ada.

“Terkait harga lada yang menurun dapat diatasi, salah satunya dengan meningkatkan produktivitas, tentunya dengan inovasi teknologi pemeliharaan, intensifikasi, GAP, dan lainnya,” tambahnya. Berdasarkan data Ditjen Perkebunan, diketahui bahwa produktivitas lada nasional rata-rata mencapai sebanyak 500 kg/ha.  “Dengan provitas naik, maka bisa mengatasi tingginya biaya faktor produksi di penanaman lada ditengah harga lada yang fluktuatif. Selain itu, pemerintah mendorong integrasi tanaman Lada dengan ternak (pemanfaatan tajar hidup dari lamtoro untuk pakan ternak) dan tanaman pangan lainnya sehingga bisa membantu pemasukan petani,” ujarnya.

Kasdi menekankan bahwa, Penting untuk hilirisasi komoditas lada, tidak hanya menjual lada utuh tetapi lada bubuk dengan nilai tambah tinggi. Bantuan alat pengolahan juga telah pemerintah fasilitasi. Fasilitasi pemda juga perlu didorong, Lanjut Kasdi, untuk mengatur distribusi dan tataniaga lada di sentra produksi. Dapat juga memanfaatkan fasilitasi Sistem Resi Gudang (SRG) dari Commodity Futures Trading Regulatory Agency (BAPPEBTI) atau sistem tunda jual saat panen raya, stock melimpah dan harga belum remuneratif. “Selain itu peran penyuluhan dan penguatan kelembagaan petani melalui kemitraan usaha dengan industri turut menjadi faktor penting dalam akselerasi pengembangan sosial ekonomi petani,” katanya.


Bagikan Artikel Ini