KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Pengaruh Insektisida Golongan Piretroid Terhadap Kebugaran Helopeltis Antonii

Diposting     Selasa, 25 Mei 2021 05:05 pm    Oleh    ditjenbun



Gambar 1. Imago Helopeltis antonii | Sumber : Distan Pangan Bali, 2020

Pada tanaman kakao di Indonesia, Helopeltis antonii Signoret merupakan salah satu hama utama yang dapat menurunkan produksi sebesar 60% (Sulistyowati, 2008). H. antonii termasuk dalam ordo Hemiptera, subordo Heteroptera, super family Miroidea, family Miridae. Serangga hama pengisap buah kakao H. antonii tersebar di beberapa negara penghasil kakao seperti Malaysia, Indonesia, Afrika Barat, Afrika Timur, Papua New Guinea, dan Amerika Selatan. Selain menyerang tanaman kakao, H. antonii juga menyerang beberapa tanaman perkebunan penting di Indonesia, seperti jambu mete (Anacardium occidentale) dan teh (Camellia sinensis). Hama ini juga dilaporkan menyerang tanaman mimba (Azadirachta indica), kersen (Muntingia calabura), jambu batu (Psidium guajava), alpukat (Persea americana), dan kina (Cinchona officinalis).

Pengendalian H. antonii dapat dilakukan melalui berbagai cara, yang meliputi pengendalian mekanis, kultur teknis, hayati, dan kimiawi (Atmadja, 2003). Penggunaan insektisida sintetis sebagai salah satu alternatif pengendalian kimiawi merupakan cara yang cepat dan praktis untuk menurunkan populasi serangga hama, sehingga penyebaran hama dan kerusakan yang ditimbulkan dapat dikurangi (Oka dan Sukardi, 1982). Insektisida dari golongan piretroid merupakan salah satu golongan insektisida yang paling umum dan banyak digunakan untuk pengendalian H. antoniii pada tanaman kakao

Piretroid merupakan kelompok insektisida organik sintetis konvensional yang paling baru, digunakan secara luas sejak tahun 1970-an dan saat ini perkembangannya sangat cepat. Golongan piretroid sintetis adalah tiruan analog dari bahan aktif insektisida botani piretrum yaitu sinerin I yang berasal dari bunga krisan. Efikasi biologis piretroid bervariasi tergantung pada bahan aktif masing-masing. Kebanyakan piretroid memiliki efek sebagai racun kontak yang sangat kuat dan daya mematikan yang tinggi. Insektisida piretroid merupakan racun yang mempengaruhi syaraf serangga dengan berbagai macam cara kerja pada susunan syaraf sentral (Djojosumarto, 2008).

Meskipun daya mematikan piretroid tinggi dan sangat sedikit menghadapi permasalahan lingkungan namun pestisida ini menghadapi masalah utama, yaitu percepatan perkembangan strain hama baru yang tahan/resisten terhadap insektisida piretroid. Resistensi serangga terhadap insektisida mempengaruhi komponen kebugaran/fitness seperti kelangsungan hidup, tingkat perkembangan, fekunditas, dan fertilitas (Basit et al. 2012).  Kebugaran strain hama yang resisten tersebut umumnya akan mengalami perbedaan dengan strain hama yang rentan. Kebugaran yang dipengaruhi tersebut meliputi periode serangga meletakkan telur (oviposisi), jumlah telur yang diletakkan serangga betina selama hidupnya (keperidian), kemampuan telur menetas (viabilitas telur), longevity/lama hidup imago jantan dan betina, dan rasio jenis kelamin betina pada generasi selanjutnya.

Aplikasi insektisida golongan piretroid pada konsentrasi subletal dapat memengaruhi perilaku dan meningkatnya potensi reproduksi serangga melalui stimulasi keperidian (Dutcher, 2007), peningkatan potensi reproduksi serangga dapat terjadi melalui peningkatan kapasitas reproduksi akibat tekanan insektisida (Heinrisch et al., 1982; Bao et al., 2009).  Konsentrasi subletal adalah pemberian insektisida pada konsentrasi yang tidak mematikan serangga. Dampak dari pemberian konsentrasi insektisida golongan piretroid subletal mampu meningkatkan keperidian dan jumlah keturunan/viabilitas telur H. antonii. H. antonii yang dipapar insektisida konsentrasi subletal meletakkan telur lebih banyak dibandingkan serangga yang tidak dipapar. Tekanan yang diberikan pada kelompok serangga yang diberikan perlakuan membuat serangga meletakkan telur sebanyak-banyaknya untuk mempertahankan keturunannya.

Fenomena stimulasi reproduksi hama oleh konsentrasi insektisida subletal dikenal sebagai hormoligosis, yang merupakan respon fisiologis dari serangga target pada racun kimia yang menghasilkan peningkatan kekebalan. Hormoligosis ini juga merupakan salah satu mekanisme yang menyebabkan terjadinya resurjensi. Penggunaan konsentrasi subletal insektisida di satu sisi dapat berpengaruh langsung terhadap peningkatan reproduksi serangga, selain itu juga meningkatkan pertumbuhan dan kandungan nutrisi tanaman sebagai pakan serangga hama.

Pengaruh aplikasi insektisida konsentrasi subletal dapat menguntungkan bagi fisiologi dan perilaku serangga hama karena mampu meningkatkan reproduksi hama, dan hal ini sangat merugikan bagi manusia. Potensi reproduksi berupa fenomena hormoligosis fisiologis dan perilaku dari hama mengarah pada peningkatan populasi yang signifikan (Dutcher, 2007). Kepadatan populasi hama yang menurun akibat penggunaan insektisida memberikan stimulasi atau dorongan bagi hama yang masih bertahan hidup untuk meningkatkan laju kelahiran, daya reproduksi, dan kemampuan hidup. Setidaknya terdapat beberapa faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan populasi hama, salah satunya yaitu biologi hama dan faktor lingkungan kondusif yang menguntungkan hama.

Pemberian insektisida konsentrasi subletal secara berulang dapat menyebabkan resistensi hama. Kejadian resistensi di lapangan ditandai dengan menurunnya efektivitas insektisida yang digunakan dan kegagalan pengendalian. Selain itu, penentuan tingkat resistensi hama dihitung dengan mengukur nisbah resistensi (NR), yaitu dengan cara membandingkan LC50 populasi lapangan dengan LC50 populasi rentan. Populasi hama yang berasal dari lapangan dikatakan telah resisten jika memiliki NR ≥ 4 dan indikasi resistensi telah terjadi jika 1 < NR < 4 (Winteringham, 1969).

Apabila populasi hama di lapangan telah resisten, terdapat beberapa strategi pengelolaan insektisida yang dianjurkan, yaitu menggunakan dosis atau konsentrasi anjuran sesuai label, rotasi penggunaan insektisida yang berbeda cara kerjanya, tidak mencampur insektisida yang berbeda golongan dan penggunaan insektisida berdasarkan ambang pengendalian.          

 

Referensi:

Atmadja WR. 2003. Status Helopeltis antonii sebagai hama pada beberapa tanaman perkebunan dan pengendaliannya. J Litbang Pertanian. 22 (2):57-63p.

Bao H, Liu S, Gu J, Wang X, Liang, Liu Z. 2009. Sublethal effects of four insecticides on the reproduction and wing formation of brown planthopper, Nilaparvata lugens. Pest Manage. Sci. 65:170-174.

Basit M, Sayyed Ah, Saeed S, Saleem MA. 2012. Lack of fitness costs associated with acetamiprid resistance in Bemisia tabaci (Hemiptera:Aleyrodidae). J Econ. Entomol. 105:1401-1406.

Dinas Tanaman Pangan Provinsi Bali. 2020. https://distanpangan.baliprov.go.id/mengenal-hama-penghisap-buah-kakao-helopelthis-sp/ (diakses 19 Mei 2021).

Djojosumarto P. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta (ID):Kanisius.

Dutcher JD. 2007. Review of resurgence and replacement causing pest outbreaks in IPM. In: Ciancio A, Mukerji KG, editor. General Concepts in Integrated Pest and Diseases Management. Netherlands (NL): Springer. hlm 27-34.

Heinrichs EA, Aquino GB, Chelliah S, Valencia SL, Reissimg WH. 1982. Resurgence of Nilaparvata lugens (Stal) populations as influenced by methods and timing of insecticides application in lowland rice. Environ. Entomol. 11:78-84.

Oka IA, Sukardi M. 1982. Dampak lingkungan penggunaan pestisida. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 1 (2).

Sulistyowati E. 2008. Pengendalian hama. Di dalam: T Wahyudi, TR Panggabean, Pujiyanto editor. Panduan Lengkap Kakao: Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Hlm. 138-153.

Winteringham FPW. 1969. FAO international collaborative programme for the development of standardized test for resistance of agricultural pests to a pesticides. FAO Plant Prot Bull. 17(4): 73-75.

 

Penyusun: Aidha Utami, Yani Maryani, Eva Lizarmi

 

 

 

 

 

 


Bagikan Artikel Ini