KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Ditengah Pandemik Covid-19, Kementan Dorong Peningkatan Produktivitas dan Daya Saing Pala

Diposting     Senin, 13 Juli 2020 01:07 pm    Oleh    ditjenbun



Jakarta – Sesuai arahan Menteri Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan diharapkan dapat menjamin ketersediaan komoditas perkebunan, termasuk komoditas pala. Saat ini produktivitas tanaman pala dihadapkan pada berbagai tantangan, antara lain disebabkan oleh tanaman tua, serangan OPT, penggunaan benih dan penerapan budidaya serta pemanenan atau pengolahan hasil yang kurang tepat. Saat kunjungan ke kebun sumber benih pala di Provinsi Maluku akhir Mei lalu, Mentan memberikan semangat dan dukungan kepada petani untuk tetap kreatif di masa-masa sulit.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo meminta kepada jajarannya melakukan pendampingan untuk meningkatkan nilai tambah, daya saing dan keunggulan setiap komoditas pertanian termasuk komoditas perkebunan berupa rempah, yaitu pala. Hal itu disampaikan SYL ketika mengunjungi kebun bibit pala di Desa Seith Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah, Sabtu (30/5).

Menyikapi hal tersebut, Direktur Jenderal Perkebunan Kasdi Subagyono, mengatakan Ditjenbun sangat menaruh perhatian besar pada peningkatan produksi, produktivitas, nilai tambah dan daya saing produk perkebunan. “Upaya pemerintah yang telah ditempuh untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pala antara lain penyediaan benih pala bersertifikat dan berlabel. Sekalipun di masa pandemik, permintaan konsumen untuk sertifikasi tanaman pala tidak mengalami penurunan,” katanya pada keterangan tertulis (02/07).

Berdasarkan data statistik Ditjen Perkebunan tahun 2018, luas areal tanaman pala di Indonesia 202.325 ha dengan produksi 36.242 ton. Total nilai ekspor tahun 2018 tercatat 20.202 ton, menjadi konsumsi nasional untuk keperluan industri dan rumah tangga. Menurut informasi Kepala Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Ambon, Azwin Amir mengatakan, saat ini layanan sertifikasi benih masih berjalan normal. Permintaan produsen untuk mensertifikasi benih pala tetap tinggi. Sampai dengan Juni 2020, untuk provinsi Maluku dan Maluku Utara, layanan sertifikat benih pala sebanyak 282.190 terdiri dari anakan dan kecambah, pemenuhan layanan sertifikat diselenggarakan secara virtual maupun onsite. Pemenuhan ketersediaan benih juga dilaksanakan melalui nursery modern.

Kementerian Pertanian berkomitmen untuk menyediakan benih secara kontinyu ke masyarakat. Kapasitas nursery modern yang dibangun oleh Direktorat Jenderal Perkebunan untuk penyediaan benih Pala di Kota Ternate dan Kota Tidore sebanyak 50.000 batang per tahun, dan masih akan ditambahkan di waktu yang akan datang dengan penyediaan kebun sumber benih dan nursery modern. “Upaya ini dilaksanakan untuk menyediakan benih dalam rangka rehabilitasi tanaman tua dan tanaman terserang OPT serta perluasan areal dengan harapan dapat meningkatkan produktivitas tanaman pala,” katanya.

Bagaimana dengan pengendalian OPT pala ?

Berbicara mengenai pengendalian OPT Pala, Azwin menjelaskan bahwa, OPT pala yang paling berpengaruh terhadap penurunan produksi adalah penggerek batang, dan berimbas pada kerugian hasil yang diderita oleh petani. Selain ini, terdapat OPT lain seperti busuk buah basah dan kering, kanker batang, pecah buah muda, dan jamur akar putih. Jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian tanaman dan berpotensi menyebabkan kehilangan hasil sebesar + 8 ton per tahun.

Pengendalian OPT ini dilakukan dengan cara Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yakni secara kultur teknis dengan penggunaan benih bermutu, dan pemangkasan serta pemupukan berimbang; secara mekanis dengan sanitasi, eradikasi untuk tanaman terserang berat; secara biologis dengan aplikasi agens pengendalian hayati jamur entomopatogen dan antagonis. Sedangkan pengendalian secara kimiawi menjadi pilihan akhir, apabila semua tindakan pengendalian yang lain tidak berhasil dengan menggunakan bahan aktif yakni Asefat dan Karbofuran.

Penerapan konsep PHT pertimbangannya tidak semata-mata tergantung pada teknik pengendalian hama dan penyakit serta pengelolaan ekosistem tertentu, tetapi PHT juga sangat mempertimbangkan keberdayaan dan kemandirian petani pala dalam mengambil keputusan. Dengan demikian, pelaksanaan PHT di suatu daerah bisa jadi berbeda dengan daerah lain karena perbedaan kondisi sosial-ekonomi petani pala dan ekosistem setempat. “Keberhasilan pengendalian OPT pala di lapangan sangat ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia khususnya petugas lapangan dan petani pemilik kebun, perlunya penerapan pengendalian OPT yang baik dan tepat agar tidak merugikan petani, sehingga pendapatan dari hasil produksi khususnya tanaman pala bisa lebih meningkat dari tahun ke tahun,” kata Azwin.

Upaya lain yang dikerjakan oleh pemerintah, lanjut Azwin, dengan meningkatkan mutu produk dan nilai jual. Sebagai komoditi ekspor, produk pala telah memiliki pasar internasional. Untuk itu, pada tahun 2020 di Provinsi Maluku telah dilaksanakan sertifikasi produk organik skema eksport (SNI dan EU) dengan ruang lingkup produk biji, fuli dan daging buah. “Minat petani agar produknya dapat disertifikasi cukup tinggi. berawal dari 6 kelompok tani menjadi 20 kelompok tani dengan jumlah petani yang terlibat sebanyak 533 orang, dengan luas areal 748,5 ha. Potensi produk biji kering 53,6 ton, fuli 5,3 ton dan daging buah 15,8 ton,” ujarnya.

Azwin menambahkan, Peran eksportir sangat diperlukan dalam mengoptimalkan nilai jual pala dan perluasan pasar agar potensi bahan baku yang tersedia dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan nilai tambah komoditas pala, meningkatkan nilai ekspor dan perbaikan pendapatan petani pala.


Bagikan Artikel Ini