KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Antisipasi Perubahan Iklim Terhadap Produktivitas Kakao

Diposting     Rabu, 16 September 2020 09:09 am    Oleh    ditjenbun



AMBON – Perubahan iklim memiliki dampak yang signifikan bagi keberlangsungan komoditas pertanian termasuk perkebunan. Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo terus berupaya mendorong dan memacu jajarannya, untuk lebih sigap dalam upaya melakukan antisipasi perlindungan tanaman pada sektor pertanian maupun perkebunan sehingga ketersediaan komoditas tetap aman terjaga, dan dapat meningkatkan produktivitas serta pengembangan komoditasnya maupun usaha pertanian. Karena tak dapat dipungkiri banyak tantangan yang dihadapi dalam meningkatkan produksi, salah satunya disebabkan oleh serangan OPT.

Pada musim hujan sering terjadi peningkatan serangan penyakit tanaman hingga banjir yang dapat merusak areal perkebunan. Hal ini merupakan salah satu momok bagi petani kakao di 10 (sepuluh) provinsi yaitu Sulut, Sultra, Sulsel, Sulteng, Sulbar, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat, wilayah kerja Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Ambon di bagian timur Indonesia, yang merupakan UPT Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan).

Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) tahun 2019, jumlah curah hujan rata-rata di 10 provinsi tersebut mencapai 1.870,63 mm yang termasuk dalam kategori curah hujan sangat tinggi (> 500 mm), sedangkan kelembapan rata-rata dan suhu rata-rata mencapai 82,05% dan 27,200C. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sangat rentan terhadap perubahan iklim khususnya curah hujan dan kelembapan. Pertumbuhan dan penyebaran jamur akan semakin cepat saat berada di lingkungan dengan curah hujan dan kelembapan tinggi.

Beberapa jenis OPT seperti busuk buah, kanker batang seringkali meningkat serangannya di musim hujan. Busuk buah kakao dan kanker batang disebabkan oleh jamur Phytophthora palmivora, sedangkan VSD (Vascular Streak Dieback) disebabkan oleh jamur Ceratobasidium theobromae (Syn. Oncobasidium theobromae.) lebih mudah tersebar di daerah beriklim basah dengan curah hujan yang tersebar merata sepanjang tahun daripada di daerah beriklim kering.

Dilain pihak serangan hama pada tanaman kakao cenderung meningkat saat memasuki musim kemarau, hal ini tentu sangat berbeda dengan pola serangan penyakit. Serangan hama yang pada tanaman kakao yang sering ditemui adalah penggerek buah kakao/ PBK (Conopomorpha cramerella) dan penghisap buah kakao (Helopeltis sp.).

Sebaran Serangan OPT Kakao

Data serangan OPT tanaman kakao dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2019 (kurun waktu 5 tahun) pada 10 Provinsi wilayah kerja BBPPTP Ambon digunakan untuk menentukan daerah endemis. Endemis memiliki pengertian keberadaan suatu hama dan penyakit yang terus menerus terjadi di suatu tempat, sedangkan sporadis adalah kejadian serangan hama dan penyakit yang relatif berlangsung singkat tetapi menyebar dengan cepat dan meluas. Data tertinggi maksimal dibagi menjadi tiga kelas serangan, yaitu 0 = Aman, 1 = Potensial, 2 = Sporadis, dan 3 = Endemis. Sejauh ini sudah ada tiga data sebaran serangan OPT Kakao yang sudah dibuat yakni serangan Penghisap Buah Kakao (Helopeltis sp.), VSD (Ceratobasidium theobromae) dan Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella).

Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat merupakan sentra komoditi kakao, tetapi juga menjadi tiga daerah dengan serangan endemis OPT utama kakao terbanyak sepanjang tahun 2019. Menurut data iklim yang disajikan oleh BMKG, ketiga provinsi daerah endemis tersebut memiliki angka rata-rata suhu, kelembapan, penyinaran matahari dan curah hujan yang hampir sama, sehingga patut diduga bahwa iklim menjadi salah satu faktor peningkatan intensitas serangan OPT pada wilayah tersebut. Disamping itu, penyebaran juga dipengaruhi oleh faktor yang lain seperti populasi inang dan distribusi/ migrasi vektor atau agens pembawa.

Antisipasi perubahan iklim

Menurut informasi Kepala Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Ambon, Azwin Amir, bahwa Melihat potensi serangan OPT dan cuaca ekstrem yang bisa saja terjadi sewaktu-waktu dan berdampak pada areal perkebunan kakao, terdapat enam strategi yang dapat dilakukan petani kakao dalam menghadapi perubahan iklim.

Adapun enam strategi yang dapat dilakukan petani kakao dalam menghadapi perubahan iklim, antara lain :

a. Sanitasi dan rehab kebun meliputi sambung samping untuk tanaman kakao yang produktivitasnya sudah menurun atau tidak termasuk klon unggul, pemangkasan serta pemanenan buah matang/ panen sering dan pemetikan buah busuk.
b. Irigasi dan bak penampung, khusus pembuatan bak penampung dilakukan apabila tidak ada tempat pembuangan akhir saluran irigasi (sungai).
c. Rorak dan istana cacing, keduanya merupakan galian yang dibuat di sebelah pokok tanaman untuk menempatkan bahan organik dan dapat berfungsi sebagai lubang drainase. Rorak dimanfaatkan untuk mengumpulkan bahan organik yang apabila sudah cukup waktunya akan dimanfaatkan sebagai kompos, digali lalu ditaburkan ke piringan tanaman. Bedanya dengan rorak, istana cacing tidak diperlu digali untuk diambil komposnya dan ditaburkan ke permukaan, kompos tetap di bawah permukaan tanah dan dimanfatkan secara alami oleh akar tanaman.
d. Penanaman tanaman sela, dimana pemilihan dan pengkombinasian tanaman sela berhubungan erat dengan karakteristik tanah, periode tanam kakao (umur tanaman), jarak tanam kakao, peluang pasar dan pilihan pangan petani. Penanaman tanaman sela berguna sebagai nilai tambah bagi ekonomi dan menarik petani untuk bersemangat merawat kebunnya.
e. Pemupukan organik yang mengandung agens pengendali hayati (APH), dimana manfaat penggunaan agens pengendali hayati yakni sebagai penyuplai unsur hara dan menekan populasi organisme pengganggu tumbuhan.
f. Perangkap sederhana dan ramah lingkungan, dimana pembuatan perangkap sejatinya dilakukan di penghujung musim hujan untuk persiapan menghadapi awal musim kemarau, mengingat serangan hama biasanya menurun sepanjang musim penghujan.

“Penerapan enam strategi di atas diharapkan membuat tanaman kakao mampu bertahan hidup dalam menghadapi musim penghujan maupun kondisi ekstrem, menekan populasi OPT dan meningkatkan produktivitas,” ujar Azwin.


Bagikan Artikel Ini